Wednesday, October 17, 2012

Pohon terembesi itu…


Banyak orang mengatakan bahwa pohon trembesi adalah istana yang sangat megah untuk mbak kunti, karena pohon jenis itu secara visual memang memiliki bentuk dan penampilan yang sangat cantik.  Mungkin karena kecantikannya itulah pohon trembesi dipilih menjadi home sweet home bagi komunitas mbak kunti. Dari aspek penghijauan, konon pohon ini mampu menyerap dan mereduksi CO2 dengan sangat baik. Tak heran, banyak pengembang besar menjadikan pohon ini sebagai primadonanya. Termasuk pengembang diperumahanku. Cuma bagi mertuaku, yang termasuk memiliki indera keenam cukup baik, trembesi menjadi pohon yang dinilai tidak begitu baik untuk kenyamanan dan ketenteraman warga nantinya.

Tidak sampai lima tahun, pohon trembesi di perumahan ku sudah cukup besar, keteduhannya membuat suasana begitu nyaman dan indah. Cuma bagi para satpam, keteduhan itu bisa berubah menjadi suasana yang agak mencekam bila malam telah menjelang. Malam itu hawa agak sedikit beringsang, jadi pintu kamar lantai atas terpaksa kubuka. Hawa dingin mulai masuk rumah, terasa lebih sejuk dan menyegarkan. Cukup lama kupandangi keindahan kota Malang dari teras atas. Kerlap kerlip lampu begitu mempesona. “ommm pintunya jangan dibuka lama-lama ya, kalau bisa  segera ditutup”  seru ponakanku alya. “lho kenapa, khan enak begini” kataku menimpali. “pokoknya ditutup om” ponakanku ngeyel. “ada apa sih alya ?” kok ribut-ribut perkara pintu”, isteriku tiba-tiba menimpali. “begini lho, tan..kalau tidak segera ditutup itu mbak kunti yang sedang jalan-jalan diatas pohon mesti mampir kesini” kata alya sambil tangannya menunjuk kearah pohon-pohon trembesi  yang ada dikejauhan. Serentak kami memandangi pucuk-pucuk pohon trembesi itu. Ada perasaan aneh, dan terbesit hawa dingin yang tiba-tiba menerpa kami. Suasana jadi agak sepi, tapi kemudian kututup dengan kata-kata menenangkan “sudah-sudah ayo masuk, ndak ada apa-apa kok”. Kemudian sebagai jalan tengah, akupun segera menutup pintu. Karena pintunya agak susah dikunci, aku lalu mengikatnya dengan tali.

Pukul 11 malam, suasana rumahku sudah sunyi senyap. Anak-anak milih tidur dilantai bawah. Sedang isteriku masih terpukau didepan layar TV, yang kebetulan sedang menyiarkan FTV dengan cerita yang cukup menarik. Aku sendiri kemudian naik, menuju kamar kami di lantai 2. Mungkin aku sedikit terpengaruh dengan omongan ponakanku tadi, sehingga merasa malam itu agak berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Bulu kudukku terasa berdiri, prindang-prinding kata orang Jawa. Untuk menghilangkan rasa gamang itu, aku mencoba menyalakan TV. Namun, kemudian kuurungkan karena sayup-sayup aku seperti mendengar suara orang ketawa. Agak keras kemudian menjadi sayup-sayup. “ahhh mungkin suara TV dibawah”, pikirku sambil merebahkan diri. Lampu kamar dengan bohlam 10 watt, membuat suasana kamar itu menjadi agak sedikit lain. Tiba-tiba terdengar suara pintu yang diguncang, agak pelan tapi makin lama makin keras.
Aku spontan bangkit, dan mencoba meyakinkan diri, apakah yang diguncang tadi betul pintu teras itu. Ternyata, betul pintu itu diguncang-guncang, kali ini lengkap dengan gedoran-gedoran. Aneh, bukankah pintu teras itu tidak terhubung dengan tangga. Wah pasti maling ini, dengan segera aku mengambil pukulan bisbol dan dengan cepat kubuka ikatan tali yang ada. Masya Allah, begitu pintu kubuka muncul dua tangan dengan kuku-kukunya yang hitam panjang lengkap dengan bulu yang hitam diwut-diwut, seperti sedang berusaha keras membuka pintu itu. Wujudnya tidak nampak, yang kelihatan hanya tangan sebatas pundak. Reflek aku memundurkan diri, rasa kaget sempat membuatku agak kehilangan kekuatan. Namun segera kusebut nama illahi ya robbi, sehingga kesadaranku kembali utuh. Dalam sekejap tangan sepasang itu hilang. Segera kututup pintu itu lagi. Tak berapa lama terdengar pintu seperti dilempar batu “duarrrrrr” disusul suara menggeram berat “…Dasar manusia tidak tahu diri, mau masuk rumah saja kok pintunya ditutup rapat” kemudian terdengar lagi, pintu itu dilempar batu. Spontan keberanianku pulih, dengan berani kubuka pintu lagi. Ternyata yang didepan pintu bukan lagi sosok tangan yang diwut-diwut melainkan sosok perempuan berwajah pucat, rambutnya panjang terurai, bajunya putih panjang. Tubuhnya seperti melayang, terdengar ketawanya yang cukup nyaring “…hi…hi, kenapa pintu itu ditutup dengan tali, aku pingin pulang” katanya dengan suara yang dingin. “hmmm demit elek” makiku “kenapa kamu melarang aku menutup pintu rumahku sendiri” kataku sambil mulai merapal ayat qursi dan qulhu geni. “..ini rumahku” katanya sambil mulai merangsek kedepan, tanganku kemudian membuat gerakan memutar, dan dengan tenaga penuh kusorong kedepan, terasa tanganku menembus sosok lunak yang lentur “dessssss” “aduhhhhh panasssssss” jeritnya yang kemudian terpental dan hilang dirimbunnya daun trembesi. Aku kemudian menghela nafas panjang dan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena berhasil lolos dari sergapan yang cukup merepotkan dari sosok dunia lain. Sebagai pagar diri, aku kemudian membacakan ayat qursi yang kulengkapi dengan bacaan surat Annas, Ikhlas dan Al-alaq pada taburan garam didepan pintu lantai atas. Sampai pagi hari tidak ada gangguan yang berarti. Setelah itu, aku merasa agak menyesal, karena sebetulnya bukan salah mereka kalau selama ini menganggap kamar itu sebagai rumahnya. Karena, jujur saja kami dalam setahun hanya menempati dua kali saja itupun tidak lebih dari dua hari.

Untuk menebus rasa bersalah itu, aku kembali membuka pintu dan sempat berujar “ ini rumahku, kubeli dengan hasil jerih payahku. Kalau berniat ikut mendiami, aku meminta dirimu untuk tidak pernah mengganggu dan menampakkan ujudmu yang seperti tadi, marilah kita saling menempati rumah ini dengan damai, tidak saling mengganggu, dan jagalah rumah ini baik-baik”. Belum sempat, aku menutup pintu kembali, terlihat penampakan yang jauh lebih baik, sosok putrid cantik dengan wajah pucat tersenyum kearahku dan hilang persis di pohon trembesi yang ada di halaman rumahku.

Demikian pengalaman yang aku hadapi dengan pohon trembesi yang menjadi ikon penghijauan di komplek perumahanku.  Mudah-mudahan bisa menjadi pengalaman yang berarti bagi pembaca kisah mistis.

0 komentar:

Post a Comment